Artikel berikut ini berisi surat edaran dari Asosiasi HIMPUH tanggal 31 Juli 2021, terkait Informasi terkini penyelenggaraan Umroh 2021 – 1443 H
Beberapa hari terakhir, viral beredar surat edaran Kementerian Haji & Umrah Saudi Arabia yang sebetulnya ditujukan kepada para stakeholder penyelenggara Umrah di Saudi Arabia.

Surat edaran ini menjelaskan tentang tanggal pembukaan Umrah bagi warga dunia, serta petunjuk teknis persiapan penyelenggaraan Umrah 1443 H bagi perusahaan Umrah Arab Saudi, perhotelan, transportasi, asuransi hingga protokol kesehatan.
Kemudian beredar juga berbagai informasi yang perlu dicermati validitasnya, diantaranya negara-negara yang masih belum diizinkan masuk ke Saudi Arabia, diizinkannya vaksin Sinovac Sinopharm, dan sebagainya.
Untuk itu Himpuh merasa perlu menyusun kumpulan informasi terkini yang bisa dijadikan panduan khususnya bagi PPIU anggota Himpuh dalam mempersiapkan penyelenggaraan Umrah di musim 1443 H mendatang.
Kapan Saudi Arabia akan membuka penyelenggaraan Umrah 1443 H?
Dalam surat edaran resmi Kementerian Haji dan Umrah Saudi Arabia nomor 421214038 tertanggal 15 Zulhijjah M / 25 Juli 2021 M, penyelenggaraan Umrah akan dibuka kembali pada tanggal 1 Muharram 1443 H / 15 Agustus 2021 M.
Pemerintah Indonesia melalui Plt Dirjen PHU Kemenag RI, Khoirizi H. Dasir, mengatakan hingga saat ini Pemerintah Indonesia belum menerima pemberitahuan resmi tentang kapan Umrah akan dibuka kembali. Kantor Urusan Haji (KUH) di KJRI Jeddah menguatkan bahwa berdasarkan pertemuan terakhir pada Kamis 29/07 lalu, juru bicara Kementerian Haji & Umrah KSA, dr. Essam bin Saad, menyampaikan hingga saat ini belum ada petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis tentang penyelenggaraan Umrah 1443 H.
Hal yang sama disampaikan juga oleh Asosiasi Perhotelan setempat, belum ada pemberitahuan apapun kepada mereka untuk mempersiapkan akomodasi bagi para jamaah Umrah. “Belum ada tanda-tanda signifikan dari otoritas Saudi tentang akan diselenggarakannya Umrah dalam waktu dekat ini”, tegas Dr. Endang Jumali, Staf Teknis KUH KJRI Jeddah dalam Rapat Mitigasi Penyelenggaraan Umrah 1443 H yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama RI dan lintas kementerian, pagi ini (31/7).
Bagus Hendraning Kobarsyih, Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri RI, menambahkan hingga saat ini belum ada notifikasi resmi kepada Pemerintah Indonesia dari Pemerintah Saudi Arabia terkait penyelenggaraan Umrah 1443 H. Namun informasi yang diterimanya, ada kemungkinan pembatasan jumlah jamaah ketika Umrah dimulai kembali nanti.
Apakah Indonesia termasuk negara yang diperbolehkan masuk ke Saudi Arabia?
Pada 27 Februari 2020, General Authority of Civil Aviation (GACA), otoritas penerbangan Saudi Arabia mengeluarkan sirkular tentang penangguhan sementara akses masuk ke Saudi Arabia bagi 25 negara termasuk Indonesia terkait mewabahnya Covid-19 (GACA Circular No.1126).
Kemudian pada tanggal 1 November 2020, jemaah Indonesia kembali diizinkan untuk masuk ke Saudi Arabia dengan protokol kesehatan yang ketat, sebelum pada akhirnya pada 2 Februari 2021 Saudi Arabia menutup kembali akses masuk bagi 20 negara termasuk Indonesia (GACA Circular No 43917/4).
Pada 29 Mei 2021, 11 negara dari 20 negara yang ditangguhkan akses masuknya ke Saudi Arabia kembali diizinkan untuk mengunjungi Saudi, dan Indonesia belum termasuk di dalamnya. (GACA Circular No 69837/4).
Pada 3 Juli 2021, terdapat tambahan 4 negara yang direstriksi untuk masuk ke wilayah Saudi Arabia, yaitu UEA, Etiopia, Afganistan dan Vietnam (GACA Circular 03 Jul 2021). Sehingga total terdapat 13 negara yang belum diizinkan masuk ke Saudi Arabia, yaitu : Afghanistan, Afrika Selatan, Argentina, Brazil, Etiopia, India, Indonesia, Lebanon, Mesir, Pakistan, Turki, UEA, Vietnam.
Sedangkan Warga Negara Saudi per tanggal 26 Juli 2021 dilarang untuk masuk ke wilayah Indonesia (GACA Circular 62593/5). Selain Indonesia, negara lain yang terlarang untuk dikunjungi WN Saudi adalah : United Arab Emirates, Libya, Syria, Lebanon, Yemen, Iran, Turkey, Armenia, Ethiopia, Somalia, Democratic Republic of Congo, Afghanistan, Venezuela, Belarus, India, Vietnam. Bagus Hendraning Kobarsyih, Direktur Timur Tengah Kemenlu RI, menegaskan Indonesia masih masuk dalam negara yang belum diizinkan masuk ke Saudi Arabia semata karena masalah pandemi Covid-19 bukan karena hal diluar itu.
Jika jadi diselenggarakan, kapan pengajuan visa Umrah sudah bisa dilakukan?
Berdasarkan surat edaran resmi Kementerian Haji dan Umrah Saudi Arabia nomor 421214038 tertanggal 15 Zulhijjah M / 25 Juli 2021 M, bab ke-3 tentang Pengaturan Waktu Untuk Musim Umrah, penerbitan visa sudah bisa dimulai sejak tanggal 15 Zulhijjah 1442 H. Namun hingga saat tulisan ini dibuat belum ada satupun PPIU di Indonesia yang sudah bisa menerbitkan visa Umrah.
Penerbitan Visa Umrah |
15 Zulhijjah – 15 Syawal |
Periode Umrah |
1 Muharram – 30 Dzulqadah (batas masuk ke Saudi 30 Syawal) |
Otoritas Saudi menetapkan perjalanan Umrah hanya dapat dilakukan melalui perusahaan Umrah Arab Saudi yang telah ditunjuk resmi. Saat ini sudah terdapat sekurangnya 30 perusahaan, yang akan menyediakan paket berupa : visa, akomodasi, transportasi, pelayanan lapangan, asuransi serta layanan tambahan lainnya. PPIU nantinya wajib untuk melaporkan jamaahnya 24 jam sebelum kedatangan melalui sistem elektronik yang disediakan oleh otoritas Saudi Arabia.
Bagaimana dengan visa turis?
Per 1 Agustus 2021 besok, Saudi Arabia sudah mengizinkan pemegang visa turis untuk masuk ke negaranya (GACA Circular 83730/1). Saat ini terdapat 49 negara yang memperoleh fasilitas visa turis, dan Indonesia belum termasuk didalamnya.
(Sumber : https://visa.visitsaudi.com) Ke 49 negara tersebut adalah : Amerika Serikat, Andorra, Australia, Austria, Belanda, Belgia, Brunei Darussalam, Bulgaria, Canada, China (termasuk Hong Kong dan Macau), Croatia, Cyprus, Czech Republic, Denmark, Estonia, Finland,
Greece, Hungary, Iceland, Inggris, Irlandia, Italia, Jepang, Jerman, Kazakhstan, Korea Selatan, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luxemburg, Malaysia, Malta, Monac, Montenegro, New Zealand, Norwegia, Perancis, Polandia, Portugal, Romania, Russia, San Marino, Singapura, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Switzerland dan Ukraina.
Pemegang visa turis wajib memiliki bukti vaksinasi Covid-19 sesuai ketentuan dari otoritas Saudi Arabia, memiliki bukti PCR tes 72 jam sebelum tiba di Saudi Arabia dan wajib mendapatkan approval registrasi kedatangan dari platform : https://muqeem.sa/#/vaccine-registration/home
Adakah pembatasan usia jemaah Umrah?
Berdasarkan surat edaran resmi Kementerian Haji dan Umrah Saudi Arabia nomor 421214038 tertanggal 15 Zulhijjah M / 25 Juli 2021 M, bab ke-6 tentang Protokol Kesehatan Bagi Jemaah Umrah, butir 4, jamaah Umrah dibatasi mulai dari 18 (delapan belas) tahun ke atas. Himpuh belum memiliki informasi yang valid tentang batasan usia tertinggi bagi jamaah Indonesia untuk bisa melaksanakan Umrah di masa pandemi Covid-19 ini.
Protokol kesehatan akan tetap ketat seperti pelaksanaan Umrah di Masa Pandemi yang lalu?
Protokol kesehatan akan tetap berlangsung seperti sebelumnya :
- Jamaah Umrah wajib memiliki bukti vaksinasi Covid-19 sesuai ketentuan dari otoritas Saudi Arabia.Sertifikat vaksin setidaknya tertera
juga dalam bahasa Inggris. - Jamaah juga wajib memiliki bukti vaksinasi Meningitis (ICV).
- Jamaah wajib memiliki bukti PCR tes 72 jam sebelum tiba di Saudi Arabia dan wajib mendapatkan approval registrasi kedatangan dari platform : https://muqeem.sa/#/vaccine-registration/home
- Jamaah akan menjalankan karantina selama 7 hari mulai dari ketibaan di Saudi Arabia, dan wajib menjalankan PCR tes pada hari pertama. Jamaah berhak meninggalkan fasilitas karantina pada hari kedelapan jika hasil PCR tes pada hari ketujuh menunjukan negatif terpapar Covid-19. Biaya karantina menjadi tanggung jawab masing-masing jamaah.
- Jamaah wajib memiliki asuransi kesehatan yang menanggung biaya pengobatan Covid-19 di poliklinik rawat jalan, gawat darurat, dan rumah sakit, termasuk karantina institusional dalam jangka waktu (14) hari. Masa Berlaku asuransi 30 hari.
- Jamaah akan menjalankan karantina selama 8 (delapan) hari di Indonesia pasca kepulangan dari Saudi Arabia, atas biaya mandiri.
Sumber : Travel Guidelines and Requirements due to COVID-19-Saudi Airlines Informasi dari Direktorat Jenderal PHU Kemenag RI menyatakan, pada musim Umrah di masa pandemi 1442 H lalu (November 2020-Februari 2021), tercatat 2.603 jamaah Indonesia yang telah melaksanakan Umrah, dimana 125 orang diantaranya terkonfirmasi positif Covid-19 ketika tiba di Saudi Arabia.
Kepala Pusat Kesehatan Haji dr. Budi Sylvana MARS pada rapat Mitigasi Penyelenggaraan Umrah 1443 H pagi ini menyampaikan, perlu dilakukan langkah penyamaan metode pengambilan sampel PCR tes yang dilakukan di Saudi Arabia dan di Indonesia, mengingat cukup signifikan terjadinya perubahan hasil PCR tes jamaah Indonesia dari negatif, menjadi positif ketika tiba di Saudi Arabia.
Langkah lain yang sangat disarankan adalah perlu dilakukan karantina pra keberangkatan Umrah, sentralisasi PCR tes melibatkan laboratorium yang kredibilitasnya teruji, sentralisasi keberangkatan hanya dari kota tertentu saja, serta membatasi sementara calon jamaah Umrah yang berangkat adalah yang tidak memiliki komorbid.
Kapuskes Haji menambahkan, calon jamaah Umrah sangat perlu diedukasi untuk mengenal resiko kesehatan dan pencegahannya pada masa pandemi ini, memahami dan memahami secara menyeluruh tentang protokol kesehatan, vaksinasi Covid-19, PCR tes, karantina.
Vaksin Covid-19 apa yang telah disetujui oleh otoritas kesehatan di Saudi Arabia?
Semua tamu harus memiliki dan mampu membuktikan sertifikat vaksin Covid-19), dengan salah satu vaksin yang beredar :
● 2 dosis Pfizer BioNTech
● 2 dosis Oxford AstraZeneca
● 2 dosis Moderna
● 1 dosis Johnson Johnson’s Janssen
Sertifikat vaksin harus disertifikasi oleh otoritas kesehatan resmi dari negara yang memberikan vaksinasi dan durasi antara menerima dosis terakhir (dosis kedua dari vaksin dua dosis atau dosis pertama dari vaksin dosis tunggal) tidak boleh kurang dari 14 hari sebelum bepergian ke Kerajaan Saudi Arabia.
Tamu yang telah menyelesaikan dua dosis vaksin Sinovac dan Sinopharm juga dapat masuk ke Saudi Arabia, dengan syarat mereka telah menerima dosis tambahan dari salah satu vaksin yang disetujui di Kerajaan yang disebutkan dalam paragraf di atas.
Tamu wajib meregistrasi bukti vaksin Covid-19nya melalui laman : https://muqeem.sa/#/vaccine-registration/home, untuk selanjutnya meregistrasikan juga data imunisasinya melalui aplikasi TAWAKKALNA.
Selain aplikasi TAWAKKALNA, aplikasi lainnya yang harus dimiliki oleh tamu adalah TATAMMAN, dan tamu wajib memberitahukan lokasi tempat tinggalnya di Saudi Arabia, selambatnya 8 jam sebelum kedatangan, serta melakukan update harian atas status kesehatannya melalui aplikasi tersebut.
Sumber : Travel Guidelines and Requirements due to COVID-19-Saudi Airlines.
Dr. Endang Jumali, Staf Teknis KUH KJRI Jeddah dalam rapat Mitigasi Penyelenggaraan Umrah 1443 H pagi (31/7) tadi menyampaikan, pihak Imigrasi Saudi Arabia mempertanyakan bagaimana cara merecognize sertifikat vaksin Covid-19 yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, mengingat faktanya sertifikat tersebut walaupun memiliki QR Code namun belum bisa membuktikan keabsahannya, alias ketika di scanning belum menampilkan informasi yang dibutuhkan tentang data imunisasi pemiliknya.
Hal ini berpotensi terhadap tertolak masuknya jamaah asal Indonesia ketika kelak Umrah dibuka kembali. dr. Budi Sylvana MARS, Kapuskes Haji Kemenkes RI mengatakan terkait vaksin booster, saat ini ketersediaan vaksin Covid-19 diprioritaskan terlebih dahulu untuk tenaga kesehatan. Namun membuka kesempatan jika memang dibutuhkan untuk jamaah Umrah, akan diusulkan kepada pemerintah untuk diberikan alokasi khusus. Dan perlu menjadi perhatian vaksin booster setidaknya dilakukan 7 (tujuh) hari setelah vaksin dosis kedua Sinovac / Sinopharm.
Apakah betul jamaah yang berangkat dari Indonesia kemudian transit terlebih dahulu di negara lain selama 14 hari dapat diterima masuk ke wilayah Saudi Arabia?
Dalam GACA Circular 43917/4, serta circular GACA lainnya terkait pelarangan masuk bagi warga negara tertentu, tercantum di dalamnya pengecualian bagi mereka yang telah berada 14 (empat belas) hari di luar negara yang mendapat pelarangan masuk tersebut.
Sehingga menjadi asumsi bahwa apabila jamaah asal Indonesia ingin masuk ke wilayah Saudi Arabia, maka mereka harus meninggalkan terlebih dahulu negara Indonesia sekurangnya selama 14 hari, sebelum masuk ke Saudi Arabia. Selama masa transit tersebut, mereka harus berada di negara dengan kategori baik dalam penanganan pandemi Covid-19nya.
Terkait hal ini, Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, pada Rapat Mitigasi Penyelenggaraan Umrah 1443 H yang berlangsung tadi pagi, menyampaikan bahwa
“perlu dikaji terlebih dahulu apakah negara ketiga yang akan dijadikan tempat transit mau menerima jamaah asal Indonesia, mengingat hampir satu bulan terakhir Indonesia selalu masuk tiga besar warga negara terbanyak terpapar Covid-19, ditambah jumlah kematian yang juga tinggi. Saat ini Indonesia menjadi negara yang “ditakuti” karena sedang menjadi episentrum pandemi Covid-19 dunia. “
Perlu juga mendapat informasi resmi dari otoritas terkait di Saudi Arabia tentang hal ini, apakah diizinkan atau tidak.
Apakah akan terjadi kenaikan biaya Umrah?
Seperti yang kita ketahui bersama, sebelum pandemi Covid-19 biaya visa adalah SAR 687,19 atau setara dengan USD 185.
Adapun komponen visa Umrah terdiri dari :
Komponen |
Biaya (SAR) |
---|---|
Visa Fee | SAR 300 |
Asuransi | SAR 189,00 |
Electronic Services | SAR 93,19 |
Transportation | SAR 105,00 |
Biaya Total Visa | SAR 687,119 |
Informasi yang Himpuh dapatkan, setidaknya akan terjadi kenaikan biaya visa dikarenakan pemerintah Saudi Arabia mengenakan kebijakan baru, dimana semula transaksi dikenakan pajak pertambahan nilai (VAT) sebesar 5%, kemudian berubah menjadi 15% berlaku per 1 Juli 2020. Selain itu akan terjadi penambahan biaya asuransi lanjutan, sehingga diperkiraan biaya visa akan mencapai sekitar USD 260.
Bisa jadi juga akan masuk komponen baru di biaya visa, yaitu layanan bagasi. Kemudian potensi kenaikan biaya juga akandatang dari pos karantina di Saudi Arabia, yaitu sekitar USD 750 per orangnya (7 hari karantina, 2x PCR tes, makan 3x sehari, transportasi dari bandara ke fasilitas karantina).
Biaya karantina di Indonesia pasca kepulangan dari Saudi Arabia juga tidak kalah tinggi. Berkisar antara 5-7 juta rupiah (8 hari karantina, 2x PCR tes, makan 3x sehari).
Jika dihitung dengan kurs Rp. 14.000, biaya prokes untuk Umrah New Normal 1443 H sudah mencapai 18 juta rupiah, diluar paket Umrah!
Dan tentu saja akan semakin melambung jikalau jamaah Umrah kemudian di transitkan selama 14 hari di negara ketiga.
Informasi penting yang dihimpun dari hasil rapat Mitigasi Penyelenggaraan Umrah 1443 H, Sabtu 31 Juli 2021
Rapat Mitigasi Penyelenggaraan Umrah 1443 H merupakan wujud nyata kepedulian Pemerintah Indonesia terhadap isu-isu yang berkembang terkait penyelenggaraan Umrah 1443 H. Hadir dalam rapat tersebut unsur pemerintahan : Kementerian Agama RI, Kementerian Luar Negeri RI, Kementerian Perhubungan RI, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Kepolisian RI, Ditjen Imigrasi, OJK, PPATK, Badan Perlindungan Konsumen, serta asosiasi penyelenggara perjalanan Umrah & Haji.
Surat Edaran Kementerian Haji dan Umrah Saudi Arabia nomor 421214038 tertanggal 15 Zulhijjah M / 25 Juli 2021 M ditujukan untuk stakeholder penyelenggara Umrah di Saudi Arabia berisi ketentuan penyelenggaraan ibadah Umrah tahun 1443H.
Pemerintah Indonesia belum menerima pemberitahuan secara resmi dari pemerintah Saudi Arabia terkait penyelenggaraan ibadah Umrah 1443H.
Berdasarkan data SISKOPATUH, terdapat 61.519 jamaah Umrah Indonesia yang tergabung dalam 662 PPIU tertunda keberangkatannya. Termasuk didalamnya 1.685 jamaah yang telah berangkat namun tertahan di negara ketiga.
Pemerintah Indonesia saat ini sedang memprioritaskan penanganan penyebaran Covid-19 di dalam negeri, pembatasan mobilitas, dan upaya vaksinasi kepada seluruh warga negaranya.
Kementerian Agama RI bersama kementerian terkait dan penyelenggara ibadah Umrah segera dan sedang menyiapkan skenario penyelenggaraan Umrah pada masa pandemi terkait suspend, karantina, vaksinasi, pemeriksaan PCR, protokol kesehatan dan lain lain.
Pemerintah Indonesia mengajak seluruh PPIU untuk bersama-sama melakukan sosialisasi pencegahan dan penanganan pandemi Covid-19.
Disarankan untuk tidak terburu-buru menyelenggarakan perjalanan ibadah Umrah 1443 H hingga ada kejelasan dan kepastian informasi, serta utamanya memprioritaskan penanganan pandemi Covid-19 di dalam negeri. Namun pemerintah juga tetap akan menyiapkan beberapa skenario penyelenggaraan Umrah di masa pandemi.
Apakah di musim Umrah 1443 H mendatang PPIU Indonesia akan kembali menelan pil pahit dengan tertundanya kembali penyelenggaraan Umrah? Himpuh tidak tinggal diam dan akan teruskan kepentingan anggotanya, dengan tetap mengedepankan norma-norma bernegara dan bermasyarakat demi kemaslahatan bersama.
Demikian informasi ini disampaikan, sebagai persembahkan Himpuh untuk seluruh anggota tercinta. Semoga bermanfaat, tetap semangat, pantang putus asa, dibalik kesukaran pasti ada kemudahan.
) وَمَن يَتَّقِ اللَّه يََجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا ) 2
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَۚمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّه فَِهُوَ
حَسْبُهُ ) إِنَّ اللَّه بََالِغُ أَمْرِهِ قَۚدْ جَعَلَ اللَّه لُِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا ) 3
“ Barangsiapa bertakwa kepada Allah maka Dia akan menjadikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak ia sangka, dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah maka cukuplah Allah baginya, Sesungguhnya Allah melaksanakan kehendak-Nya, Dia telah menjadikan untuk setiap sesuatu kadarnya”. QS : Ath-Thalaq 2-3
– H.I.M.P.U.H
artikel terkait https://alhijazindowisata.co.id/berangkat-umroh-2021-amankah/